Hikmah

sunan maulana malik ibrahim

Sunan Maulana Malik Ibrahim

Sunan Maulana  Malik Ibrahim merupakan penyebar  agama Islam pertama di Jawa.  Beliau adalah wali pertama dari majelis dakwah yang bernama “Walisongo”.  Walisongo artinya waliyullah yang berjumlah sembilan orang sebagai penyebar agama Islam periode awal di tanah Jawa. Riwayat dan Silsilah Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan  Maulana  Malik  Ibrahim  adalah  putra  dari  Syaikh  Jumadil  Kubro  yang  berasal  dari Samarkand, Persia (Asia Tengah). Beliau lahir pada tahun 1350 Masehi. Memiliki saudara laki-laki bernama Maulana Ishaq. Sunan Maulana Malik Ibrahim menikah dengan anak Raja Champa bernama Dewi Candrawulan. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang putra yang bernama Sayyid Ali Rahmatullah yang memiliki panggilan Raden Rahmat, yang pada kemudian hari juga menjadi  anggota  walisongo.  Raden Rahmat memiliki saudara laki-laki yang bernama Sayyid Ali Murtadho (Raden Santri). Adapun  Negeri Champa  saat ini dikenal dengan negara Kamboja. Setelah menetap di Champa selama 13 tahun, Maulana Malik Ibrahim berpamitan kepada  Raja Champa untuk berdakwah  ke pulau Jawa. Beliau memberi ijin berangkat  dengan memberi  perbekalan yang cukup besar mulai dari kapal, sembako dan juga 40 orang pasukan pilihan lengkap dengan persenjataan. Hal tersebut dilakukan karena kekhawatiran raja karena pulau Jawa saat itu berada di bawah kekuasaan Majapahit yang sangat terkenal kebesaran dan ketegasan para rajanya. Baca juga : Sunan Ampel Beliau menginjakkan  kaki di tanah Jawa untuk memulai  dakwahnya  pada tahun 1392  masehi. Daerah yang pertama kali dituju adalah Desa Sembalo, Leran, Gresik, Jawa Timur.  Sedangkan kondisi masyarakat Gresik pada waktu itu cukup memprihatinkan. Di antara keprihatinan yang ada adalah kemiskinan,  kepercayaan  animisme dan dinamisme  yang kuat,  dan Ajaran Hindhu yang mendominasi terutama adanya kasta (kelas dalam masyarakat). Adapun kasta yang ada dalam masyarakat hindhu terdiri dari : Strategi Dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan Maulana Malik Ibrahim memulai strategi dakwahnya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : Jabatan Sunan Maulana Malik Ibrahim Karena jasanya terhadap kemajuan dan kemakmuran masyarakat Gresik, maka beliau diberi tanah wilayah  oleh Raja Majapahit  tepatnya  di Kampung  Gapura,  Gresik.  Bahkan  beliau juga diberikan jabatan sekaligus yaitu sebagai : Beliau berdakwah  di Gresik  selama  40 tahun.  Beliau  wafat pada tahun 1419 masehi dan dimakamkan di pemakaman Gapura Wetan Gresik Jawa Timur. Baca juga : Sunan Giri Nilai Keteladanan Sunan Maulana Malik Ibrahim Keteladanan/nilai positif dari seorang Sunan Maulana Malik Ibrahim : Nama Lain / Julukan Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan Maulana Malik Ibrahim memiliki nama-nama lain atau julukan, yaitu: Jasa besar Sunan Maulana Malik Ibrahim selanjutnya abadi sebagai nama sebuah Perguruan Tinggi Islam Negeri bernama UIN (Universitas Islam Negeri) Maulana Malik Ibrahim yang berada di Malang.

Sunan Maulana Malik Ibrahim Read More »

Sejarah Sunan Ampel : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan

Sunan Ampel adalah salah satu anggota Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Beliau dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan inspiratif dalam mendidik masyarakat. Dari perjuangan dakwahnya, banyak orang terdorong untuk memperbaiki akhlak dan menjalani hidup sesuai tuntunan Islam. Biografi dan Silsilah Sunan Ampel Sunan Ampel lahir di Champa pada tahun 1401 M dengan nama Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat. Beliau menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban Arya Teja. Dari pernikahan tersebut lahirlah dua tokoh besar Wali Songo, yaitu: Sunan Ampel wafat pada tahun 1479 M dan dimakamkan di kompleks Masjid Ampel Surabaya. Perjuangan Dakwah Sunan Ampel Dakwah Sunan Ampel dimulai atas undangan Raja Majapahit yang bernama Brawijaya Kertabumi. Saat itu, masyarakat Majapahit mengalami kerusakan moral yang dikenal dengan istilah “Molimo”: Sunan Ampel kemudian pindah ke Surabaya bersama 300 kepala keluarga. Beliau berdakwah dengan cara yang damai, menekankan akhlak mulia, serta memperkenalkan Islam melalui karya nyata. Salah satu langkah awalnya adalah mendirikan masjid pertama di Jawa, yaitu Masjid Rahmat di Desa Kembang Kuning, meneladani Rasulullah SAW yang mendirikan Masjid Quba di Madinah. Kemudian setelah tiba di wilayah Ampel, Surabaya, Beliau mendirikan Masjid Ampel yang menjadi pusat dakwahnya. Strategi Dakwah Sunan Ampel Sunan Ampel memiliki strategi dakwah yang efektif dan relevan dengan budaya Jawa, di antaranya: Julukan Sunan Ampel Karena peran pentingnya, Sunan Ampel mendapat beberapa julukan, antara lain: Baca juga : Kisah Sunan Giri Keteladanan Sunan Ampel Beberapa nilai teladan yang dapat dipetik dari sosok Sunan Ampel antara lain: Sunan AmpelLihat juga Video : Materi Sunan Ampel Jasa Sunan Ampel begitu besar terhadap perkembangan Islam di Jawa. Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam negeri di Surabaya, yaitu UIN Sunan Ampel Surabaya.

Sejarah Sunan Ampel : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan Read More »

sejarah sunan giri

Sejarah Sunan Giri : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan

Sunan Giri adalah salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Beliau sebagai wali songo yang memiliki peran besar dalam mendirikan pesantren, menyebarkan ilmu fiqih, hingga menciptakan tembang dan permainan tradisional sebagai sarana dakwah. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang sejarah, perjalanan hidup, strategi dakwah, hingga peninggalan Sunan Giri. Biografi Sunan Giri Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku, putra dari Maulana Ishaq, seorang ulama ternama di Pasai sekaligus adik dari Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Dewi Sekardadu, putri dari Raja Blambangan, Prabu Menak Sembuyu. Kelahiran Raden Paku terjadi ketika Blambangan mengalami penyebaran wabah penyakit yang merajalela. Karena dianggap lahirnya membawa kutukan, maka orang tua bayi membuangnya ke laut. Namun, takdir Allah mempertemukan bayi itu dengan Nyai Ageng Pinatih, seorang pengusaha besar dari Gresik. Ia kemudian memberikan nama Jaka Samudera karena bertemu di samudera. Tempat Sunan Giri Menuntut Ilmu Sejak kecil, Sunan Giri dikenal rajin dan cerdas. Pada usia 12 tahun, ia menimba ilmu di Pesantren Ampeldenta milik Sunan Ampel. Di sana, ia bersahabat karib dengan Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Sunan Ampel kemudian mengirimnya belajar ke Pasai (Aceh) untuk berguru kepada Maulana Ishaq, ayahnya sendiri. Di sana, ia diketahui memiliki ilmu laduni, yaitu ilmu yang langsung diberikan Allah tanpa perantara guru. Karena keistimewaan ini, ia mendapatkan nama baru: Maulana Ainul Yaqin. Perjalanan Dakwah Sunan Giri Setelah menuntut ilmu, Sunan Giri kembali ke Jawa. Namun sebelum menetap, ia berkeliling nusantara sambil berdagang untuk membantu ibu angkatnya. Perjalanan dakwahnya meliputi Bawean, Madura, Lombok, Ternate, Tidore, hingga Kalimantan Selatan. Melalui perjalanannya, banyak pesantren berdiri di wilayah nusantara. Hal ini membuatnya mendapat julukan sebagai Penyebar Pesantren Nusantara. Akhirnya, ia menetap di Gresik dan mendirikan Pesantren Giri, yang berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton. Sebagai pemimpin, ia bergelar Prabu Satmata dan terkenal juga dengan sebutan Sultan Abdul Faqih karena kepakarannya dalam ilmu fiqih. Selain fiqih, Sunan Giri berdakwah melalui seni. Ia menciptakan tembang Jawa seperti Asmarandhana dan Pucung, serta permainan tradisional anak seperti Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, Jor, Jelungan, dan Padhang Bulan. Metode ini membuat dakwahnya mudah diterima masyarakat. Strategi Dakwah Sunan Giri Beberapa strategi yang digunakan Sunan Giri dalam menyebarkan Islam antara lain: Mendirikan masjid dan pesantren Giri Mengajarkan Islam lewat tembang dan permainan anak Berdakwah dengan kepemimpinan yang merakyat Menyebarkan Islam sambil berdagang ke berbagai daerah Mengembangkan pendidikan terbuka Mengubah dukuh menjadi pesantren sebagai pusat ilmu Peninggalan Sunan Giri Beberapa peninggalan bersejarah yang masih bisa ditemukan hingga kini adalah: Masjid dan Pesantren Giri di Gresik Makam Sunan Giri di Giri Gajah, Kabupaten Gresik Karya seni berupa tembang Asmarandhana dan Pucung Keteladanan Sunan Giri Sunan Giri meninggalkan banyak keteladanan yang bisa diteladani generasi sekarang, di antaranya: Pemimpin yang adil dan mengayomi rakyat Santri yang cerdas, rajin, dan tekun Dai yang toleran dalam berdakwah Seorang seniman kreatif yang memanfaatkan budaya untuk dakwah Nama-Nama Lain Sunan Giri Sepanjang hidupnya, Sunan Giri dikenal dengan beberapa nama dan gelar, yaitu: Raden Paku → nama pemberian ayahnya Jaka Samudera → nama dari Nyai Ageng Pinatih karena ditemukan di laut Maulana Ainul Yaqin → gelar saat memperoleh ilmu laduni Prabu Satmata → gelar ketika memimpin Kerajaan Giri Kedaton Sultan Abdul Faqih → gelar sebagai ahli fiqih dunia Sang Hyang Girinoto → gelar karena jasanya dalam seni pewayangan. Penutup Sunan Giri adalah sosok wali songo yang berperan penting dalam menyebarkan Islam di nusantara. Dengan strategi dakwah yang cerdas, toleran, dan kreatif, beliau berhasil mendirikan pusat keilmuan yang berpengaruh hingga kini. Warisan pesantren, masjid, tembang, hingga permainan tradisional anak-anak membuktikan bahwa dakwah bisa berjalan harmonis dengan budaya.

Sejarah Sunan Giri : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan Read More »

Sejarah Sunan Bonang : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan

Sunan Bonang adalah salah satu anggota Wali Songo, tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Beliau lahir di Tuban pada tahun 1465 Masehi dengan nama asli Raden Makhdum Ibrahim. Sunan Bonang dikenal sebagai ulama yang literat, seniman kreatif, dan ahli strategi berperang, yang berperan besar dalam memperkenalkan ajaran Islam melalui jalur literasi, budaya, dan kesenian. Biografi Sunan Bonang merupakan putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Dari garis keturunan ibunya, beliau adalah cucu dengan Bupati Tuban Arya Teja, sementara dari garis ayahnya, ia merupakan cucu Maulana Malik Ibrahim, salah satu wali tertua di Jawa. Sunan Bonang juga merupakan saudara kandung Sunan Drajat (Masih Munat/Raden Syarifuddin), yang juga dikenal sebagai penyebar Islam yang bijaksana dan dermawan. Perjalanan Dakwah Sunan Bonang Sunan Bonang mengawali dakwahnya di daerah Kediri. Di awal dakwahnya, beliau menerapkan gaya dakwah yang keras. Sehingga yang terjadi adalah penolakan dan perlawanan dari masyarakat setempat. Akhirnya Sunan Bonang memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Akan tetapi, selama dakwah di Kediri, Sunan Bonang sempat mendirikan masjid pertama kali dengan nama “Masjid Sangkal Daha”. Selanjutnya atas permintaan Raden Patah, Sunan Bonang mendapatkan tugas sebagai Imam Besar di Kesultanan Demak, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Kesultanan Demak. Peran ini menunjukkan bahwa beliau bukan hanya tokoh spiritual, tetapi juga memiliki kemampuan dalam bidang kepemimpinan dan strategi.   Setelah menunaikan tugas di Kesultanan Demak, Sunan Bonang melanjutkan dakwahnya dengan berkeliling. Wilayah yang menjadi tujuan dakwah Sunan Bonang meliputi Lasem, Pati, Tuban, Kediri, Madura, dan Pulau Bawean. Beliau merubah cara dakwahnya yang pada awalnya keras menjadi dakwah dengan cara-cara yang lembut, mudah diterima masyarakat, termasuk memadukan unsur kesenian lokal seperti gamelan, tembang Jawa, serta karya sastra. Beliau menciptakan alat musik tradisional yang diberi nama “Bonang”. Istilah “Bonang” yang menjadi Sebutan Beliau, berasal dari nama sebuah desa, yaitu desa Bonang yang terletak di daerah Lasem, Blora. Di sini Sunan Bonang juga mendirikan Pesantren yang diberi nama : “Watu Layar”, yang berkembang menjadi pusat pendidikan Islam yang melahirkan banyak santri berilmu dan berakhlak mulia. Karya dan Keilmuan Sunan Bonang Sebagai ulama yang berilmu luas, Sunan Bonang menguasai berbagai bidang seperti fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur. Beliau terkenal dengan ajaran filsafat cinta (mahabbatullah), yaitu cinta sejati kepada Allah SWT yang menjadi dasar dari segala amal ibadah. Beberapa karya terkenal Sunan Bonang antara lain: Wafat Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 Masehi. Makam dan petilasan beliau terdapat di Lasem, Pulau Bawean dan Kutorejo Tuban, yang hingga kini ramai diziarahi masyarakat. Warisan ajaran dan karya beliau tetap hidup melalui pesantren, tembang-tembang Jawa, serta nilai-nilai cinta Ilahi yang diajarkannya. Sikap Positif /Nilai Keteladan Sunan Bonang merupakan sosok ulama, seniman, dan filosof Islam yang berhasil menyebarkan ajaran Islam dengan cara damai dan kreatif. Melalui pendekatan budaya dan kesenian, beliau memperkenalkan nilai-nilai Islam yang penuh cinta, keindahan, dan kedamaian kepada masyarakat Jawa. Adapun sikap positif / nilai keteladanan yang dapat dicontoh dari Sunan Bonang, di antaranya;  

Sejarah Sunan Bonang : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan Read More »