Artikel

mengenal kurikulum berbasis cinta

Mengenal Kurikulum Berbasis Cinta

Kurikulum Berbasis Cinta atau biasa disingkat KBC adalah pendekatan pendidikan yang menekankan nilai‐nilai cinta kasih, empati, toleransi, keadilan, penghargaan terhadap sesama dan terhadap lingkungan, serta pengembangan karakter secara menyeluruh — bukan hanya aspek akademik. KBC merupakan sebuah nilai dan pendekatan yang masuk ke dalam berbagai mata pelajaran yang sudah ada. Nilai Dan Prinsip Kurikulum Berbasis Cinta Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) memiliki nilai inti atau prinsip yang meliputi ; Empati dan penghargaan terhadap setiap individu. Relasi guru‐murid yang hangat dan aman secara emosional. Keseimbangan antara aspek kognitif dan afektif (pikir & rasa). Pembelajaran bermakna / kontekstual dan memperhatikan pengalaman siswa. Nilai cinta kepada Tuhan, sesama, ilmu, lingkungan, dan bangsa (“Panca Cinta”). Pentingnya Kurikulum Berbasis Cinta Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) menjadi penting karena beberapa alasan, di antaranya ; Untuk merespons krisis kemanusiaan seperti intoleransi, kekerasan, serta perundungan di sekolah. Agar pendidikan tidak hanya mengukur kecerdasan akademik, melainkan juga karakter dan kesejahteraan emosional siswa. Untuk membangun kesadaran ekologis dan kepedulian terhadap lingkungan. Menumbuhkan generasi yang toleran, manusiawi, dan mampu mengelola keberagaman. Kementerian Agama Sebagai Pengembang Kurikulum Berbasis Cinta Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) merupakan konsep pendekatan pembelajaran dari Kementerian Agama Republik Indonesia sebagai penyelenggara utama. Konsep ini berkembang melalui uji publik dan kolaborasi dengan berbagai pihak pakar pendidikan dan tokoh masyarakat. Adapun pemberlakuannya sejak dari perencanaan pada tahun 2024 melalui diskusi dan uji publik dan resmi berlaku pada pertengahan tahun 2025. Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) di Sekolah/Madrasah Implementasi KBC meliputi beberapa aspek, yaitu ; Pelatihan guru untuk memahami filosofi dan metode pengajaran berbasis cinta. Panduan integrasi nilai “cinta” ke dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Pemantauan dan evaluasi untuk melihat bagaimana nilai-nilai cinta tersebut tumbuh dalam iklim sekolah. Tantangan Implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Implementasi KBC dapat diidentifikasi sebagai berikut ; Butuh perubahan budaya di sekolah; banyak guru masih terbiasa dengan pendekatan yang sangat akademis dan fokus pada hasil ujian. Perlunya kesiapan dan pemahaman guru, terutama dalam aspek afektif dan emosional. Bagaimana mengukur dan menilai aspek‐karakter dan nilai yang bersifat non‐kognitif. Konsistensi antara sekolah, rumah, dan masyarakat agar nilai cinta tidak berhenti di kelas tetapi meluas ke lingkungan. Risiko atau Kritik Terhadap Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Beberapa kritik atau kekhawatiran yang muncul terhadap implementasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) antara lain: Bahwa fokus pada cinta harus tetap seimbang dengan prinsip keagamaan atau nilai-nilai normatif agar tidak dilemahkan. Potensi penyederhanaan ajaran agama atau nilai jika “cinta” disalahpahami atau tidak dirumuskan secara jelas. Kesulitan dalam menjaga standar akademik jika semua perhatian terlalu tertuju pada aspek emosional dan karakter. Perbedaan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) Dengan Pendidikan Karakter Sebelumnya Beberapa point penting yang menjadi perbedaan antara Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) dengan pendidikan karakter sebelumnya yakni ; KBC lebih menekankan integrasi nilai cinta sebagai roh dari keseluruhan proses pendidikan, bukan sebagai tambahan modul karakter. KBC berusaha menggabungkan aspek spiritual, emosional, sosial, dan intelektual secara lebih seimbang. KBC juga memberi ruang bagi pengalaman pembelajaran yang bersifat reflektif dan relasional, bukan sekadar transfer ilmu.

Mengenal Kurikulum Berbasis Cinta Read More »

Penanaman Karakter Islami Berbasis Kurikulum Cinta

Penanaman Karakter Islami Berbasis Kurikulum Cinta di Madrasah Ibtidaiyah

Penanaman Karakter Islami Berbasis Kurikulum Cinta di Madrasah Ibtidaiyah menjadi salah satu tujuan utama. Tidak hanya cerdas secara akademik, siswa madrasah juga diharapkan memiliki akhlak mulia sesuai nilai-nilai Islam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Agama Republik Indonesia memperkenalkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) yang menjadi dasar penanaman karakter di madrasah, khususnya jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI). Apa Itu Kurikulum Berbasis Cinta? Kurikulum Berbasis Cinta merupakan pendekatan pendidikan yang berlandaskan pada Panca Cinta, yaitu lima pilar utama yang menjadi arah pembentukan karakter siswa. Kelima cinta tersebut meliputi: Melalui panca cinta ini, madrasah diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai keislaman yang menyentuh hati dan membentuk perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari. Praktik Nyata Penanaman Karakter Berbasis Panca Cinta di Madrasah Ibtidaiyah Penanaman cinta kepada Allah dan Rasulullah dilakukan melalui pembiasaan ibadah harian, seperti shalat dhuha, membaca Al-Qur’an sebelum pelajaran dimulai, dan mengucap doa sebelum maupun sesudah kegiatan belajar.Selain itu, guru juga menanamkan teladan akhlak Rasulullah melalui kisah-kisah sirah nabawiyah yang disampaikan secara menarik. Dengan begitu, siswa tidak hanya mengenal, tetapi juga meneladani sifat jujur, amanah, dan kasih sayang Nabi Muhammad SAW. 2. Cinta Diri Sendiri Cinta diri sendiri bukan berarti egois, melainkan menjaga kebersihan, kesehatan, dan tanggung jawab pribadi. Madrasah membiasakan siswa untuk merapikan perlengkapan belajar, mencuci tangan sebelum makan, dan menjaga kerapian diri.Kegiatan seperti “Hari Disiplin Diri” atau “Pekan Kebersihan Pribadi” sering dijadikan ajang pembiasaan positif yang membentuk karakter mandiri dan bertanggung jawab. Cinta kepada sesama diwujudkan melalui program berbagi dan tolong-menolong, seperti sedekah jum’at, kunjungan sosial, atau donasi untuk yatim.Siswa juga dilatih berinteraksi dengan santun, menghormati guru, dan menghargai teman. Nilai ukhuwah Islamiyah ini menjadi dasar terciptanya lingkungan madrasah yang ramah dan penuh kasih. Madrasah berbasis cinta menanamkan kesadaran menjaga alam melalui kegiatan madrasah hijau, seperti menanam pohon, memilah sampah, dan menghemat air.Kegiatan “Jumat Bersih” menjadi agenda rutin yang menanamkan rasa tanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan. Siswa diajarkan bahwa mencintai alam adalah bagian dari mencintai ciptaan Allah SWT. Penanaman cinta tanah air dilakukan dengan mengintegrasikan nilai nasionalisme dalam kegiatan keislaman. Upacara bendera, peringatan hari besar nasional, dan mengenal tokoh-tokoh Islam Indonesia menjadi bagian dari pendidikan karakter.Melalui pembelajaran ini, siswa tumbuh menjadi generasi yang religius sekaligus memiliki semangat kebangsaan. Peran Guru dalam Kurikulum Berbasis Cinta Guru di madrasah ibtidaiyah tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga teladan dan pembimbing karakter. Dengan pendekatan kasih sayang, keteladanan, dan komunikasi yang lembut, guru membantu siswa memahami makna cinta yang sesungguhnya.Setiap interaksi menjadi media pendidikan karakter — mulai dari memberi salam, menyapa dengan senyum, hingga memberi apresiasi atas perilaku baik siswa. Kesimpulan Kurikulum Berbasis Cinta di madrasah ibtidaiyah merupakan langkah nyata dalam membangun generasi berakhlak mulia, berjiwa nasionalis, dan peduli terhadap sesama.Melalui panca cinta, siswa belajar mencintai Allah, diri, sesama, lingkungan, dan tanah air sebagai satu kesatuan nilai Islami yang utuh. Dengan penerapan yang konsisten, madrasah menjadi tempat tumbuhnya generasi cinta — generasi yang berilmu, beriman, dan berakhlak Qur’ani.  

Penanaman Karakter Islami Berbasis Kurikulum Cinta di Madrasah Ibtidaiyah Read More »

Pentingnya Literasi Menulis bagi Guru

Pentingnya Literasi Menulis bagi Guru

Mengapa Literasi Menulis Penting? Sebuah penelitian kecil di Jawa Barat dengan melibatkan 107 guru Bahasa Inggris menunjukkan bahwa menulis belum menjadi kebiasaan populer di kalangan guru. Banyak alasan yang muncul, mulai dari tidak ada waktu, sulit mengutarakan ide, kurang percaya diri, hingga merasa tidak memiliki bakat menulis. Namun, kondisi tersebut tidak menghalangi para guru untuk tetap melaksanakan program literasi di sekolah, terutama kegiatan membaca 15 menit di awal kelas sesuai amanat Permendikbud No. 23 Tahun 2015. Sayangnya, semangat menulis tidak sekuat semangat membaca. Padahal, menurut Renald Kasali, kesadaran bisa hadir dari diri sendiri atau dari dorongan eksternal. Artinya, guru perlu menyadari bahwa literasi bukan hanya membaca, tetapi juga menulis. Setelah membaca, biasanya akan muncul inspirasi. Inspirasi inilah yang seharusnya dituangkan dalam bentuk tulisan. Literasi Guru: Membaca dan Menulis Gencarnya program literasi menuntut guru untuk berperan sebagai model sekaligus pelaksana. Literasi sendiri bermakna kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara cerdas melalui berbagai aktivitas, seperti membaca, menyimak, menulis, hingga berbicara. Agar literasi tidak berhenti pada membaca, guru perlu memulai kebiasaan menulis. Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa dilakukan. Tips Memulai Menulis bagi Guru 1. Jangan Takut Menulis Membaca tidak berarti literasi sudah selesai. Setelah membaca, tulislah apa yang dipahami. Tidak perlu takut hasil tulisan tidak bagus. Menulis adalah keterampilan yang akan semakin baik jika dilatih terus-menerus. 2. Luangkan Waktu 10–15 Menit Sehari Sediakan waktu minimal 10–15 menit setiap hari untuk menulis. Tuliskan apa saja, mulai dari ungkapan hati seorang pendidik hingga catatan pengalaman mengajar. Jika dilakukan secara rutin selama 21 hari, menulis bisa menjadi kebiasaan (habit). 3. Manfaatkan Materi Ajar Guru memiliki banyak bahan untuk ditulis. Materi ajar, referensi buku, atau modul pembelajaran dapat dikembangkan menjadi karya tulis atau bahkan buku. Semakin lama mengampu mata pelajaran tertentu, semakin kaya pula inspirasi yang bisa dituangkan. 4. Bagikan Pengalaman Mengajar Pengalaman mengajar adalah sumber inspirasi yang berharga. Jangan hanya berhenti di ruang guru atau obrolan singkat. Dokumentasikan pengalaman tersebut dalam tulisan agar bisa menjadi referensi bagi guru lain dan bermanfaat dalam jangka panjang. Penutup: Jadilah Guru Literat Dengan menulis secara rutin, keterampilan guru akan semakin terasah. Kebiasaan sederhana menulis 10–15 menit per hari mampu membentuk karakter guru sebagai komunitas literat. Pada akhirnya, peserta didik akan mendapatkan contoh nyata dari gurunya dalam membangun budaya literasi. Ayo mulai sekarang, jadilah guru literat yang tidak hanya membaca, tetapi juga menulis!

Pentingnya Literasi Menulis bagi Guru Read More »

tipe guru berdasarkan 4 kuadran

Tipe-Tipe Guru Berdasarkan 4 Kuadran

Tipe-Tipe Guru Berdasarkan 4 Kuadran: Mana yang Paling Cocok dengan Anda ? Tipe-tipe guru berdasarkan 4 kuadran memetakan gaya mengajar seorang guru yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar. Setiap guru memiliki karakteristik, metode, dan cara berinteraksi dengan siswa yang berbeda. Untuk memahami hal ini, para pakar pendidikan membagi tipe guru ke dalam empat kuadran (4 quadran) berdasarkan kombinasi tingkat perhatian (care) dan tingkat kendali (control). Selanjutnya artikel ini akan membahas secara lengkap tipe-tipe guru berdasarkan 4 kuadran beserta kelebihan dan kekurangannya. 1. Guru Kuadran I: Tinggi Perhatian – Tinggi Kendali Guru pada kuadran ini dikenal tegas sekaligus peduli. Mereka menetapkan aturan yang jelas, namun tetap memperhatikan kebutuhan emosional siswa. Ciri-ciri: Kelebihan: siswa merasa aman, termotivasi, dan terarah.Kekurangan: bisa dianggap terlalu mengatur jika tidak seimbang. 2. Guru Kuadran II: Tinggi Perhatian – Rendah Kendali Guru tipe ini biasanya hangat, ramah, dan dekat dengan siswa, tetapi kurang menekankan pada aturan dan kedisiplinan. Ciri-ciri: Kelebihan: siswa merasa nyaman dan berani berekspresi.Kekurangan: kelas bisa menjadi kurang terkontrol. 3. Guru Kuadran III: Rendah Perhatian – Tinggi Kendali Tipe guru ini dikenal otoriter. Mereka menekankan aturan dan kontrol penuh, namun kurang memperhatikan aspek emosional siswa. Ciri-ciri: Kelebihan: kelas sangat teratur dan tertib.Kekurangan: siswa bisa merasa tertekan atau takut. 4. Guru Kuadran IV: Rendah Perhatian – Rendah Kendali Guru dalam kuadran ini biasanya pasif, baik dalam perhatian maupun kontrol terhadap siswa. Ciri-ciri: Kelebihan: siswa bisa mandiri.Kekurangan: proses belajar tidak terarah dan motivasi siswa rendah. Mana Tipe Guru yang Ideal? Berdasarkan penelitian, tipe guru yang paling ideal adalah kuadran I (tinggi perhatian – tinggi kendali). Guru dengan tipe ini mampu menyeimbangkan disiplin dan kepedulian, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif sekaligus menyenangkan. Baca Juga : Model Pembinaan Guru Kesimpulan Setiap guru memiliki gaya mengajar yang unik. Dengan memahami 4 kuadran tipe guru, pendidik dapat melakukan refleksi diri untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Tujuan akhirnya adalah menciptakan lingkungan belajar yang efektif, humanis, dan berorientasi pada perkembangan siswa.

Tipe-Tipe Guru Berdasarkan 4 Kuadran Read More »

sunan maulana malik ibrahim

Sunan Maulana Malik Ibrahim

Sunan Maulana  Malik Ibrahim merupakan penyebar  agama Islam pertama di Jawa.  Beliau adalah wali pertama dari majelis dakwah yang bernama “Walisongo”.  Walisongo artinya waliyullah yang berjumlah sembilan orang sebagai penyebar agama Islam periode awal di tanah Jawa. Riwayat dan Silsilah Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan  Maulana  Malik  Ibrahim  adalah  putra  dari  Syaikh  Jumadil  Kubro  yang  berasal  dari Samarkand, Persia (Asia Tengah). Beliau lahir pada tahun 1350 Masehi. Memiliki saudara laki-laki bernama Maulana Ishaq. Sunan Maulana Malik Ibrahim menikah dengan anak Raja Champa bernama Dewi Candrawulan. Dari pernikahan tersebut lahirlah seorang putra yang bernama Sayyid Ali Rahmatullah yang memiliki panggilan Raden Rahmat, yang pada kemudian hari juga menjadi  anggota  walisongo.  Raden Rahmat memiliki saudara laki-laki yang bernama Sayyid Ali Murtadho (Raden Santri). Adapun  Negeri Champa  saat ini dikenal dengan negara Kamboja. Setelah menetap di Champa selama 13 tahun, Maulana Malik Ibrahim berpamitan kepada  Raja Champa untuk berdakwah  ke pulau Jawa. Beliau memberi ijin berangkat  dengan memberi  perbekalan yang cukup besar mulai dari kapal, sembako dan juga 40 orang pasukan pilihan lengkap dengan persenjataan. Hal tersebut dilakukan karena kekhawatiran raja karena pulau Jawa saat itu berada di bawah kekuasaan Majapahit yang sangat terkenal kebesaran dan ketegasan para rajanya. Baca juga : Sunan Ampel Beliau menginjakkan  kaki di tanah Jawa untuk memulai  dakwahnya  pada tahun 1392  masehi. Daerah yang pertama kali dituju adalah Desa Sembalo, Leran, Gresik, Jawa Timur.  Sedangkan kondisi masyarakat Gresik pada waktu itu cukup memprihatinkan. Di antara keprihatinan yang ada adalah kemiskinan,  kepercayaan  animisme dan dinamisme  yang kuat,  dan Ajaran Hindhu yang mendominasi terutama adanya kasta (kelas dalam masyarakat). Adapun kasta yang ada dalam masyarakat hindhu terdiri dari : Strategi Dakwah Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan Maulana Malik Ibrahim memulai strategi dakwahnya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut : Jabatan Sunan Maulana Malik Ibrahim Karena jasanya terhadap kemajuan dan kemakmuran masyarakat Gresik, maka beliau diberi tanah wilayah  oleh Raja Majapahit  tepatnya  di Kampung  Gapura,  Gresik.  Bahkan  beliau juga diberikan jabatan sekaligus yaitu sebagai : Beliau berdakwah  di Gresik  selama  40 tahun.  Beliau  wafat pada tahun 1419 masehi dan dimakamkan di pemakaman Gapura Wetan Gresik Jawa Timur. Baca juga : Sunan Giri Nilai Keteladanan Sunan Maulana Malik Ibrahim Keteladanan/nilai positif dari seorang Sunan Maulana Malik Ibrahim : Nama Lain / Julukan Sunan Maulana Malik Ibrahim Sunan Maulana Malik Ibrahim memiliki nama-nama lain atau julukan, yaitu: Jasa besar Sunan Maulana Malik Ibrahim selanjutnya abadi sebagai nama sebuah Perguruan Tinggi Islam Negeri bernama UIN (Universitas Islam Negeri) Maulana Malik Ibrahim yang berada di Malang.

Sunan Maulana Malik Ibrahim Read More »

Deep Learning di Sekolah Dasar

Deep Learning atau pembelajaran mendalam adalah pendekatan belajar yang menekankan pemahaman konsep, berpikir kritis, refleksi, serta penerapan pengetahuan pada situasi nyata. Tujuannya agar siswa tidak hanya menghafal, tetapi benar-benar memahami dan mampu menghubungkan ilmu dengan kehidupan sehari-hari. Deep Learning Penting Diterapkan di SD/MI Pemerintah dalam hal ini mendorong penerapan Deep Learning karena membuat proses belajar lebih bermakna dan kontekstual. Siswa juga dapat mengembangkan keterampilan abad ke-21 seperti kreativitas, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Selanjutnya juga dapat menyiapkan peserta didik menghadapi tantangan zaman yang semakin dipengaruhi teknologi dan informasi. Deep Learning Bukan kurikulum baru Banyak asumsi bahwa deep learning adalah kurikulum baru. Namun sebenarnya hal tersebut tidaklah benar. Permendikdasmen 13 Tahun 2025 menegaskan bahwa tidak ada pergantian kurikulum nasional. Sekolah tetap menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum Merdeka, hanya pendekatannya yang diperkuat dengan pembelajaran mendalam. Adapun pendekatan Deep Learning ini wajib dilaksanakan di semua satuan pendidikan dasar mulai tahun ajaran 2025/2026. Pemberlakuan materi Deep Learning ini berlaku untuk seluruh jenjang SD/MI. Dan ada tambahan mata pelajaran pilihan seperti Coding dan Kecerdasan Buatan (AI) yang baru diperkenalkan mulai kelas 5 dan 6 SD. Perlu diingat pula, bahwa Deep Learning bukan nama mata pelajaran, melainkan cara belajar yang bisa diterapkan di semua mata pelajaran, misalnya IPA, Matematika, IPS, bahkan Pendidikan Agama. Kaitan Deep Learning dengan Coding dan AI Coding dan AI adalah mata pelajaran pilihan yang mendukung keterampilan digital siswa. Keduanya memang diperkenalkan dalam Permendikdasmen 2025, tetapi penerapan Deep Learning tidak terbatas pada Coding saja. Semua mata pelajaran bisa menggunakan pendekatan ini. Tantangan Penerapan Deep Learning di SD/MI Beberapa tantangan yang mungkin dihadapi sekolah adalah: Langkah-Langkah Penerapan Deep Learning Untuk penerapan deep lerning, sekolah/madrasah bisa melakukan langkah-langkah berikut: Sistem Penilaian dalam Deep Learning Asesmen tidak hanya menilai hasil akhir, tetapi juga proses belajar siswa. Guru dapat menggunakan: Semua Sekolah Wajib Melaksanakan Deep Learning Berdasarkan Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025, semua sekolah dasar dan menengah wajib mengintegrasikan pendekatan Deep Learning ke dalam proses pembelajaran mulai tahun ajaran 2025/2026.

Deep Learning di Sekolah Dasar Read More »

Sejarah Sunan Ampel : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan

Sunan Ampel adalah salah satu anggota Wali Songo yang berperan penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Beliau dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan inspiratif dalam mendidik masyarakat. Dari perjuangan dakwahnya, banyak orang terdorong untuk memperbaiki akhlak dan menjalani hidup sesuai tuntunan Islam. Biografi dan Silsilah Sunan Ampel Sunan Ampel lahir di Champa pada tahun 1401 M dengan nama Sayyid Ali Rahmatullah atau Raden Rahmat. Beliau menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban Arya Teja. Dari pernikahan tersebut lahirlah dua tokoh besar Wali Songo, yaitu: Sunan Ampel wafat pada tahun 1479 M dan dimakamkan di kompleks Masjid Ampel Surabaya. Perjuangan Dakwah Sunan Ampel Dakwah Sunan Ampel dimulai atas undangan Raja Majapahit yang bernama Brawijaya Kertabumi. Saat itu, masyarakat Majapahit mengalami kerusakan moral yang dikenal dengan istilah “Molimo”: Sunan Ampel kemudian pindah ke Surabaya bersama 300 kepala keluarga. Beliau berdakwah dengan cara yang damai, menekankan akhlak mulia, serta memperkenalkan Islam melalui karya nyata. Salah satu langkah awalnya adalah mendirikan masjid pertama di Jawa, yaitu Masjid Rahmat di Desa Kembang Kuning, meneladani Rasulullah SAW yang mendirikan Masjid Quba di Madinah. Kemudian setelah tiba di wilayah Ampel, Surabaya, Beliau mendirikan Masjid Ampel yang menjadi pusat dakwahnya. Strategi Dakwah Sunan Ampel Sunan Ampel memiliki strategi dakwah yang efektif dan relevan dengan budaya Jawa, di antaranya: Julukan Sunan Ampel Karena peran pentingnya, Sunan Ampel mendapat beberapa julukan, antara lain: Baca juga : Kisah Sunan Giri Keteladanan Sunan Ampel Beberapa nilai teladan yang dapat dipetik dari sosok Sunan Ampel antara lain: Sunan AmpelLihat juga Video : Materi Sunan Ampel Jasa Sunan Ampel begitu besar terhadap perkembangan Islam di Jawa. Namanya kini diabadikan sebagai nama perguruan tinggi Islam negeri di Surabaya, yaitu UIN Sunan Ampel Surabaya.

Sejarah Sunan Ampel : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan Read More »

sejarah sunan giri

Sejarah Sunan Giri : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan

Sunan Giri adalah salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di tanah Jawa. Beliau sebagai wali songo yang memiliki peran besar dalam mendirikan pesantren, menyebarkan ilmu fiqih, hingga menciptakan tembang dan permainan tradisional sebagai sarana dakwah. Artikel ini akan membahas secara lengkap tentang sejarah, perjalanan hidup, strategi dakwah, hingga peninggalan Sunan Giri. Biografi Sunan Giri Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku, putra dari Maulana Ishaq, seorang ulama ternama di Pasai sekaligus adik dari Maulana Malik Ibrahim. Ibunya bernama Dewi Sekardadu, putri dari Raja Blambangan, Prabu Menak Sembuyu. Kelahiran Raden Paku terjadi ketika Blambangan mengalami penyebaran wabah penyakit yang merajalela. Karena dianggap lahirnya membawa kutukan, maka orang tua bayi membuangnya ke laut. Namun, takdir Allah mempertemukan bayi itu dengan Nyai Ageng Pinatih, seorang pengusaha besar dari Gresik. Ia kemudian memberikan nama Jaka Samudera karena bertemu di samudera. Tempat Sunan Giri Menuntut Ilmu Sejak kecil, Sunan Giri dikenal rajin dan cerdas. Pada usia 12 tahun, ia menimba ilmu di Pesantren Ampeldenta milik Sunan Ampel. Di sana, ia bersahabat karib dengan Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang. Sunan Ampel kemudian mengirimnya belajar ke Pasai (Aceh) untuk berguru kepada Maulana Ishaq, ayahnya sendiri. Di sana, ia diketahui memiliki ilmu laduni, yaitu ilmu yang langsung diberikan Allah tanpa perantara guru. Karena keistimewaan ini, ia mendapatkan nama baru: Maulana Ainul Yaqin. Perjalanan Dakwah Sunan Giri Setelah menuntut ilmu, Sunan Giri kembali ke Jawa. Namun sebelum menetap, ia berkeliling nusantara sambil berdagang untuk membantu ibu angkatnya. Perjalanan dakwahnya meliputi Bawean, Madura, Lombok, Ternate, Tidore, hingga Kalimantan Selatan. Melalui perjalanannya, banyak pesantren berdiri di wilayah nusantara. Hal ini membuatnya mendapat julukan sebagai Penyebar Pesantren Nusantara. Akhirnya, ia menetap di Gresik dan mendirikan Pesantren Giri, yang berkembang menjadi Kerajaan Giri Kedaton. Sebagai pemimpin, ia bergelar Prabu Satmata dan terkenal juga dengan sebutan Sultan Abdul Faqih karena kepakarannya dalam ilmu fiqih. Selain fiqih, Sunan Giri berdakwah melalui seni. Ia menciptakan tembang Jawa seperti Asmarandhana dan Pucung, serta permainan tradisional anak seperti Jamuran, Cublak-Cublak Suweng, Jor, Jelungan, dan Padhang Bulan. Metode ini membuat dakwahnya mudah diterima masyarakat. Strategi Dakwah Sunan Giri Beberapa strategi yang digunakan Sunan Giri dalam menyebarkan Islam antara lain: Mendirikan masjid dan pesantren Giri Mengajarkan Islam lewat tembang dan permainan anak Berdakwah dengan kepemimpinan yang merakyat Menyebarkan Islam sambil berdagang ke berbagai daerah Mengembangkan pendidikan terbuka Mengubah dukuh menjadi pesantren sebagai pusat ilmu Peninggalan Sunan Giri Beberapa peninggalan bersejarah yang masih bisa ditemukan hingga kini adalah: Masjid dan Pesantren Giri di Gresik Makam Sunan Giri di Giri Gajah, Kabupaten Gresik Karya seni berupa tembang Asmarandhana dan Pucung Keteladanan Sunan Giri Sunan Giri meninggalkan banyak keteladanan yang bisa diteladani generasi sekarang, di antaranya: Pemimpin yang adil dan mengayomi rakyat Santri yang cerdas, rajin, dan tekun Dai yang toleran dalam berdakwah Seorang seniman kreatif yang memanfaatkan budaya untuk dakwah Nama-Nama Lain Sunan Giri Sepanjang hidupnya, Sunan Giri dikenal dengan beberapa nama dan gelar, yaitu: Raden Paku → nama pemberian ayahnya Jaka Samudera → nama dari Nyai Ageng Pinatih karena ditemukan di laut Maulana Ainul Yaqin → gelar saat memperoleh ilmu laduni Prabu Satmata → gelar ketika memimpin Kerajaan Giri Kedaton Sultan Abdul Faqih → gelar sebagai ahli fiqih dunia Sang Hyang Girinoto → gelar karena jasanya dalam seni pewayangan. Penutup Sunan Giri adalah sosok wali songo yang berperan penting dalam menyebarkan Islam di nusantara. Dengan strategi dakwah yang cerdas, toleran, dan kreatif, beliau berhasil mendirikan pusat keilmuan yang berpengaruh hingga kini. Warisan pesantren, masjid, tembang, hingga permainan tradisional anak-anak membuktikan bahwa dakwah bisa berjalan harmonis dengan budaya.

Sejarah Sunan Giri : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan Read More »

Sejarah Sunan Bonang : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan

Sunan Bonang adalah salah satu anggota Wali Songo, tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Beliau lahir di Tuban pada tahun 1465 Masehi dengan nama asli Raden Makhdum Ibrahim. Sunan Bonang dikenal sebagai ulama yang literat, seniman kreatif, dan ahli strategi berperang, yang berperan besar dalam memperkenalkan ajaran Islam melalui jalur literasi, budaya, dan kesenian. Biografi Sunan Bonang merupakan putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila. Dari garis keturunan ibunya, beliau adalah cucu dengan Bupati Tuban Arya Teja, sementara dari garis ayahnya, ia merupakan cucu Maulana Malik Ibrahim, salah satu wali tertua di Jawa. Sunan Bonang juga merupakan saudara kandung Sunan Drajat (Masih Munat/Raden Syarifuddin), yang juga dikenal sebagai penyebar Islam yang bijaksana dan dermawan. Perjalanan Dakwah Sunan Bonang Sunan Bonang mengawali dakwahnya di daerah Kediri. Di awal dakwahnya, beliau menerapkan gaya dakwah yang keras. Sehingga yang terjadi adalah penolakan dan perlawanan dari masyarakat setempat. Akhirnya Sunan Bonang memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Akan tetapi, selama dakwah di Kediri, Sunan Bonang sempat mendirikan masjid pertama kali dengan nama “Masjid Sangkal Daha”. Selanjutnya atas permintaan Raden Patah, Sunan Bonang mendapatkan tugas sebagai Imam Besar di Kesultanan Demak, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Kesultanan Demak. Peran ini menunjukkan bahwa beliau bukan hanya tokoh spiritual, tetapi juga memiliki kemampuan dalam bidang kepemimpinan dan strategi.   Setelah menunaikan tugas di Kesultanan Demak, Sunan Bonang melanjutkan dakwahnya dengan berkeliling. Wilayah yang menjadi tujuan dakwah Sunan Bonang meliputi Lasem, Pati, Tuban, Kediri, Madura, dan Pulau Bawean. Beliau merubah cara dakwahnya yang pada awalnya keras menjadi dakwah dengan cara-cara yang lembut, mudah diterima masyarakat, termasuk memadukan unsur kesenian lokal seperti gamelan, tembang Jawa, serta karya sastra. Beliau menciptakan alat musik tradisional yang diberi nama “Bonang”. Istilah “Bonang” yang menjadi Sebutan Beliau, berasal dari nama sebuah desa, yaitu desa Bonang yang terletak di daerah Lasem, Blora. Di sini Sunan Bonang juga mendirikan Pesantren yang diberi nama : “Watu Layar”, yang berkembang menjadi pusat pendidikan Islam yang melahirkan banyak santri berilmu dan berakhlak mulia. Karya dan Keilmuan Sunan Bonang Sebagai ulama yang berilmu luas, Sunan Bonang menguasai berbagai bidang seperti fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan arsitektur. Beliau terkenal dengan ajaran filsafat cinta (mahabbatullah), yaitu cinta sejati kepada Allah SWT yang menjadi dasar dari segala amal ibadah. Beberapa karya terkenal Sunan Bonang antara lain: Wafat Sunan Bonang wafat pada tahun 1525 Masehi. Makam dan petilasan beliau terdapat di Lasem, Pulau Bawean dan Kutorejo Tuban, yang hingga kini ramai diziarahi masyarakat. Warisan ajaran dan karya beliau tetap hidup melalui pesantren, tembang-tembang Jawa, serta nilai-nilai cinta Ilahi yang diajarkannya. Sikap Positif /Nilai Keteladan Sunan Bonang merupakan sosok ulama, seniman, dan filosof Islam yang berhasil menyebarkan ajaran Islam dengan cara damai dan kreatif. Melalui pendekatan budaya dan kesenian, beliau memperkenalkan nilai-nilai Islam yang penuh cinta, keindahan, dan kedamaian kepada masyarakat Jawa. Adapun sikap positif / nilai keteladanan yang dapat dicontoh dari Sunan Bonang, di antaranya;  

Sejarah Sunan Bonang : Biografi, Dakwah, dan Keteladanan Read More »